.

02 April 2008

Jepit Cantik untuk 'Abang'





BEBERAPA waktu lalu, di sela pemotretan di Golden Truly Batam, iseng2 aku liat2 koleksi aksesori yang dijual di salah satu counter aksesori department store ini. Wuuihhh...koleksinya lucu2 banget. Khususnya bagi anak balita..

Nggak cuma warnanya aja yang ngejreng, modelnya juga chic habis. Cuma, sayang banget...jepit yang super cantik itu nggak bisa aku boyong kerumah. Meskipun aku punya putri kecil yang pasti akan keliatan lucu pake jepit2 itu. Secara, dia adalah gadis kecil yang punya rambut tipiiiiss habis.

Kalopun aku paksain pake jepit rambut, pasti akan langsung melorot dan jatuh. Itu karena, aku udah bereksperimen dengan banyak model jepit di rambutnya. Alhasil, koleksi jepit yang pernah aku beli untuk 'anak gadis' justru jadi aksesori jilbab mommy nya... hehehehe...lumayan berhemat

Walau berguna bagi si mommy, tapi tetap aja aku pengen beli jepit2 cute yang bertebaran di seantero mal buat putri kecilku. Mmmmm....gimana kira2 ya wajahnya kalo dia punya rambut panjang dan hitam berhias jepit warna-warni??????!!!@@@@##%%%

Pernah sih, mo beli topi atau bandana yang ada rambut palsu yang kriwil2. Tapi, hihihihi.... suami langsung protes keras... HARAM katanya!!! (hehehehe...becanda, nggak segitunya kaleee).

Saking tipisnya rambut bocah kecil yang satu ini, banyak orang yang sering salah sebut lho!! ada yang bilang abang atau tole....Mulai tetangga baru, tukang sayur, tukang jamu, temen bokap and nyokap dia (alias temen kami), dan banyak lagi. Bahkan pengasuhnya aja baru ngeh kalo dia cewek setelah beberapa waktu ngobrol ama dia. Wuuuihhhh...

Karna banyak banget yang suka salah, aku menumpahkan 'kesalahan' itu dalam coretan (eh ketikan maksudnya) dan mengirimkannya ke Majalah Wanita Femina. Eh, tak taunya dimuat. hihihi...lumayan honornya bisa untuk beli DVD player Echa...




Ini dia hasil coretan yang dimuat di Femina No.04/XXXVI. 24-30 Januari 2008



SI ABANG

SEJAK tahu hamil, suami sudah ingin punya anak perempuan. Jadi walau dokter sudah bilang berkali-kali bahwa anak kami perempuan, tetap saja suami bertanya. “Takut Dokter salah,”kilahnya, suatu ketika.

Dan benar saja…yang lahir bayi perempuan. Kelahiran si Dedek, begitu kemudian kami menyapanya, membuat kami senang. Apalagi, di keluarga besar kami banyak yang menginginkan anak cewek tapi belum ada yang dikabulkan...

Bahkan, saking gemes karena ketiga anaknya laki-laki, kakak ipar nekat memberi nama anak bungsunya dengan nama cewek. Waduh segitunya….

Walau lahir cewek seperti keinginan kami, ternyata tak membuat suami jadi suka mendandani Dedek dengan pakaian perempuan. Baju cantik dengan tali satu yang mahal-mahal kubeli nggak boleh dipakein.

“Jangan didandani aneh-aneh lah… pake kaos ama celana pendek aja biar simple! Pakai baju seksi nanti masuk angin,”kata suami saat melihat aku sibuk mendandani si Dedek.
“Lho, kan dia cewek. Ya pake baju cewek lah… masak pake baju cowok gitu. Gimana mau kelihatan cantik,”kataku, ngotot.

Tapi, karena malas ribut, akhirnya si Dedek yang belum bisa protes (karena umurnya belum genap setahun) tetap didandani ala cowok. Pake kaos oblong plus celana pendek atau celana panjang.

Karena keseringan pake kaos plus celana akhirnya sebutan si Dedek pun berubah jadi si abang. Kok bisa? Ya terang aja karena putri kami memang rambutnya tipis hingga sangat mirip laki-laki. Makin mirip karena dandanannya yang cenderung ala cowok.

Untuk ‘menjelaskan’ ke publik kalau Dedek adalah anak perempuan, kami sempat memasang anting-anting di telinganya. Tapi belum seminggu dipasang, ia sudah sibuk menarik-narik perhiasan wanita itu, sampai copot. Alhasil, karena takut luka, akhirnya kami mengalah dan melepas lagi anting-anting itu.

“O… mungkin kalau anakku rambutnya lebat bisa keliatan kayak cewek,”begitu pikirku.
Untuk merangsang pertumbuhan rambut dedek, berbagai cara kulakukan. Ngolesin lidah buaya, daun seledri, sampe minyak kemiri yang kubuat sendiri.

Tapi, boro-boro rambut jadi lebat, yang ada juga kepala si dedek malah hitam-hitam kena angus yang berasal dari bakaran kemiri. Karena nggak ada hasil, akhirnya aku menyerah membuat aneka ramuan yang katanya manjur untuk melebatkan rambut.

“Kalau sering digundul, rambut bisa lebat lho! Jadi digundulin aja,”saran mertua suatu hari.

Walau sebenarnya nggak tega melihatnya tampil plontos kayak pak Ogah, akhirnya kami menuruti kata mertua dan menggunduli rambut dedek. Padahal, awalnya kami bertahan tak mau mencukur habis rambutnya bahkan juga di awal kelahirannya.

Tapi karena ingin melihatnya punya rambut panjang sebagaimana anak perempuan, Kami membabat habis rambut tipis putri kami tepat di ulangtahunnya yang pertama.

Hanya setelah digundul, rambut bukannya tambah lebat tapi wajah dedek jadi makin kelihatan kayak laki-laki. Plus kepala yang plontos dan ‘gaya busana’-nya cenderung laki-laki. Maka makin membuat orang berpikir kalau ia adalah seorang anak laki-laki, dan karena itu pantas dipanggil Abang.

“Ih anaknya lucu ya, sebesar anak saya. Tapi anak saya cewek,”komentar seorang ibu, di klinik. “Ini cewek juga kok bu,”ujarku agak kurang senang.

Makin hari jadi makin banyak orang yang menyapanya Abang. Misalnya saja, “Abang mau kemana? Abang lagi makan ya?” dan banyak komentar lain yang menggunakan panggilan… Abang… Abang… dan Abang….Bahkan ada juga yang saling berbisik “Itu anak cowok atau cewek sih?”. Uuughf…

Kadang-kadang saking kesalnya, Tante Ade yang bertugas mengasuh Dedek nggak lagi menyahuti panggilan para ibu yang memanggil Dedek dengan sebutan abang. “Capek jelasinnya!”jawabnya, manyun, saat kutanyakan kenapa nggak dijelasin kalau Dedek anak cewek.

Paling-paling si Tante buru-buru ngajak dedek pergi sambil menyebut namanya. “Ayo Echa kita pulang sayang”.

“Kok cowok namanya Echa?”selidik para ibu lagi . Cape deh…

Akhirnya, untuk menghindari salah persepsi, pola kostum harian Dedek kuubah jadi pakaian yang bener-bener mencitrakan sosok anak perempuan. Kerap kupakaikan ia baju terusam atau rok yang cewek banget.

Tapi cara itu juga bukan solusi jitu menjawab salah persepsi para ibu. Bahkan, justru celetukan orang semakin bikin jengkel.
“Kok anak cowok didandani kayak cewek sih!” Nah loh….

Melihat kejengkelanku karena orang selalu salah sebut, suami hanya senyum-senyum saja. “Kalau orang nggak percaya Dedek perempuan buka aja bajunya. Kan cowok ama cewek beda,”katanya enteng. Uh….. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan komentar Anda