.

17 Mei 2008

Cara Hadapi Bos yang Suka Mengancam

MENJALANI karir sebagai seorang karyawan tak bisa seenak hati layaknya menjalankan usaha sendiri. Sebab, setiap gerak langkah kita diikat aturan serta atasan sebagai pemimpin dan pengendali proses kerja untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam sebuah lingkungan kerja dengan beragam karakter orang, tak jarang orang yang menjadi atasan kita adalah pribadi yang unik.

Salah satunya adalah tipe arogan dan tempramen yang gemar mengancam atau mengintimidasi bawahan bila tak mau menurut.


Berbekal "kekuasaan" yang dimilikinya, tak jarang dia akan menjadi "penguasa" kecil dalam lingkungan kerja.

Sebagai bawahan tentu tak bisa memilih karakter orang yang menjadi atasan kita. Dan bila atasan kita adalah pribadi yang suka mengancam atau pemarah, yang kita butuhkan adalah bersabar.

"Mendapatkan atasan yang suka mengancam atau bahkan pemarah adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Sehingga, untuk menghadapinya kita harus menerima dengan ikhlas,"terang S Susilowati, Senior HRD PT Batamindo Investment Cakrawala Batam.

Keiklasan merupakan kunci untuk bisa menikmati pekerjaan. Sebab, bila kita tidak ikhlas yang terjadi adalah siksaan psikologis. Setiap hari akan menjadi hari yang tidak menyenangkan, dan kerjasama tidak akan terjalin dengan baik.

Akibatnya kinerja kita sendiri akan menjadi tidak optimal. Apa yang kita harapkan bila tidak menikmati sesuatu yang dikerjakan akibat tak bisa menerima atasan kita?

"Menerima disini bukan berarti menerima perlakuannya. Ini berbeda. Apalagi kalau perlakuan atasan adalah perlakuan yang tidak menyenangkan. Misalnya mengancam atau mengintimidasi, menghina, dan sebagainya. Maka tindakan yang diambil bisa berhubungan dengan tindakan hukum,"terangnya.

Selain tindakan hukum, melaporkan kelakuan atasan pada atasan yang lebih tinggi juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan pada kita. Pelaporan itu sendiri baik secara hukum maupun pada atasan tentu saja harus disertai bukti yang jelas. (*)



Jangan Membesar-besarkan Kekurangan Atasan


SIKAP arogan yang ditunjukkan seorang atasan pada bawahan bisa muncul sebagai sebuah sifat atau karakter. Jika sikap arogan tersebut adalah sebuah sifat, masih ada peluang untuk berubah. Berbeda bila sikap arogan tersebut muncul sebagai sebuah karakter. Karakter lebih susah diubah karena dibentuk sejak kecil.

"Sikap terbaik menghadapi atasan arogan adalah fokus pada bidang pekerjaan, bukan pada sifat atau pribadi orangnya. Sebab, orang arogan, belum tentu tidak bekerja dengan baik,"jelas S Susilowati.

Sikap profesional serta tetap fokus pada pekerjaan dan memandang sisi baik atasan bisa dijadikan dasar menjalani pekerjaan. Sebab, setiap orang pasti ingin menikmati pekerjaan tanpa harus terganggu pikiran negatif.

"Jika kita ingin menikmati pekerjaan, maka kita harus fokus pada pekerjaan dan jangan membesar-besarkan kekurangan atasan. Bahkan, bila memungkinkan bantulah atasan dengan masukan-masukan agar atasan bisa berubah,"katanya.

Selain fokus pada pekerjaannya, seorang pekerja hendaknya membekali dirinya dengan pengetahuan tentang aturan ketenagakerjaan. Baik saat bekerja tanpa masalah maupun ketika menghadapi atasan arogan.

Sebab, dengan belajar undang-undang ketenagakerjaan, seorang pekerja dapat memahami dengan baik hak dan kewajibannya dan pengusaha. Pemahaman ini akan sangat membantu jika suatu saat mendapat masalah di tempat kerja.

Sebut saja jika kita dipecat. Saat kita mengetahui isi undang-undang ketenagakerjaan atau UU No 13 Tahun 2003, kita akan tahu bahwa atasan tak bisa seenaknya memecat orang. Meskipun secara pribadi yang bersangkutan tidak disenangi.

"Pemecatan memang dapat dilakukan dengan tanpa didahului surat peringatan, tergantung berat ringannya tingkat kesalahan. Jika kesalahannya ringan, maka surat peringatan akan diberikan pada yang bersangkutan. Dan jika terus mengulang kesalahan yang sama, bisa berujung pada pemecatan,"katanya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan komentar Anda