.

08 Mei 2008

Penderita Infertilitas Juga Bisa Punya Keturunan




KEHADIRAN buah hati sudah pasti menjadi dambaan setiap pasangan suami istri.

Sebab, keberadaan anak bukan saja hanya akan berperan sebagai penerus garis keturunan tetapi juga bakal menjadi pengisi hari-hari agar menjadi lebih ceria.

Hanya saja, setelah terjadinya pernikahan, tidak semua pasangan akan langsung mendapatkan anugerah berupa kehadiran buah hati.

Karenanya tak mengherankan bila rasa resah akan langsung mendera pasangan yang tak kunjung dikaruniai anak meskipun sudah menikah lebih dari satu tahun dan selalu melakukan hubungan intim secara intens.





Munculnya gangguan mendapatkan keturunan pada pasangan yang telah menikah satu tahun atau lebih itu biasa disebut infertilitas atau kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan.

Infertilitas itu sendiri sebenarnya masih terbagi menjadi dua jenis yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer adalah suatu keadaan di mana pasangan yang telah lama menikah belum memiliki anak.

Sedangkan infertilitas sekunder adalah keadaan di mana pasangan telah memiliki anak namun tak lagi dikaruniai anak dalam waktu yang lama.


"Pasangan suami istri yang telah lama menikah tapi belum dikaruniai keturunan bukan berarti mutlak tidak akan bisa menghasilkan keturunan. Karena sebenarnya hanya 10 persen saja infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya. Sementara 90 persen lainnya hampir pasti diketahui penyebabnya," ungkap dr Tjahja Sanggara SpOG, WALS, dokter spesialis kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Awal Bros Batam.

Hanya saja, belakangan ini pasangan suami istri yang masih belum dikaruniai anak, terutama suami, enggan memeriksakan diri.

Selain itu, pasangan suami istri kurang membekali diri dengan pengetahuan dan informasi mengenai penanganan kasus infertilitas.

Kondisi tersebut akhirnya menimbulkan depresi dan putus asa yang akhirnya justru memperkecil kemungkinan untuk hamil. (*)


Obati Berdasarkan Penyebabnya

MENGENAI penyebab munculnya infertilitas itu sendiri sebenarnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang berbeda.

Yakni 40 persen disebabkan kelainan suami, 40 persen disebabkan kelainan pada istri, 10 persen karena kelainan suami istri dan sisanya tidak diketahui penyebabnya.

Pada istri ada beberapa pencetus terjadinya infertilitas.

Di antaranya hostile cervik yakni kondisi mulut rahim yang menyebabkan sperma hancur atau tidak masuk ke dalam rahim, tumor rahim seperti mioma dan polip endometrium, endomitrosis dan adenomiosis, kelainan pada saluran telur, dan kelainan ovulasi.

Sementara pencetus infertilitas pada suami adalah disfungsi seksual, kelainan bentuk penis, dan muara saluran, varises pada buah zakar, hormonal, kelainan sperma atau kelainan analisis sperma.

"Pencetus infertilitas pada suami juga bisa disebabkan oleh infeksi testis, saluran sperma tersumbat serta adanya folikel, jelas dr Syamsuhadi Alamsyah SpU, dokter spesialis urologi RS Awal Bros Batam.

Karenanya untuk memastikan penyebab infertilitas pada pasangan suami istri harus dilakukan sejumlah pemeriksaan.

Hal ini penting guna menentukan terapi dan metode pengobatan yang paling tepat.

Sehingga, pasangan tersebut bisa langsung mendapatkan keturunan sesuai keinginannya.

Pemeriksaan yang dimaksud adalah dengan melakukan analisa sperma, hormonal dan laboratorium serta kromosom suami.

Sementara pemeriksaan pada istri bisa dilakukan melalui USG Abdomen atau transvaginal, HSG (histero salvingonrafi), laparoskopi diagnostik, hormonal dan laboratorium serta pemeriksaan kromosom.

Jika penyebab munculnya infertilitas diketahui, penanganan serta pengobatan akan lebih mudah dilakukan.

Selain itu, penanganan yang dilakukan sesuai dengan penyebabnya diyakini hasil yang bakal diperoleh juga bisa tepat sasaran.

Selain disebabkan secara medis, kesulitan memiliki anak bisa juga disebabkan oleh faktor-faktor psikologis.

Misalnya, stres pada suami atau pun istri.

Pada suami, stres bisa menyebabkan ereksi pria tidak maksimal.

Begitu pula jika terjadi tekanan dari lingkungan terhadap salah satu pasangan, baik istri maupun suami.

Apalagi terkadang keluarga pasangan yang belum punya anak ini ikut menekan, misalnya dengan menyuruh sang suami menikah lagi dan membebankan kesalahan hanya pada istri.

Tak hanya itu, kondisi lingkungan pun ikut membebani, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan, kapan mereka akan punya momongan dan sebagainya. (*)



Atasi dengan Inseminasi

UNTUK mengatasi masalah infertilitas ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, segera periksakan diri ke dokter.

Ini tak cuma dilakukan istri, tapi juga suami. Jika telah diketahui penyebabnya, segera lakukan pengobatan atau tindakan yang disarankan dokter.

Secara medis, ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi infertilitas. Misalnya saja penanganan pada istri bisa dilakukan melalui operasi koreksi pada mulut rahim, saluran telur, dan indung telur.

Pelaksanaan operasi itu sendiri dapat dilakukan melalui operasi biasa atau laparotomi atau dengan operasi melalui alat teropong yang biasa disebut laparoskopi.

Selain pelaksanaan operasi, penanganan kasus infertilitas juga akan dilakukan dengan memberikan obat-obatan.

Sementara, penanganan infertilitas pada suami dapat dilakukan juga melalui operasi korerksi serta pengobatan.

Untuk beberapa kasus kesulitan pembuahan, harus dibantu dengan inseminasi ke dalam rahim. Inseminasi atau upaya memasukkan sperma ke dalam mulut rahim dapat dilakukan dengan menyuntikkan sperma ke dalam mulut rahim menggunakan suntikan kecil.

Menurut dr Tjahja Sanggara SpOG, WALS, inseminasi pertama dalam rahim bisa dilakukan dengan tingkat keberhasilan 15 persen pada wanita berusia di bawah 30 tahun, 12 persen pada wanita usia 30 hingga 35 tahun, 7 hingga 8 persen pada wanita usia 35 hingga 39 tahun.

Program inseminasi buatan itu sendiri bisa dilakukan jika terjadi infeksi pada leher rahim istri atau sperma suami kurang misalnya hanya berjumlah 1-5 juta.

Ada pula cara lain untuk mendapatkan keturunan yakni melalui terapi hormon.

Sebenarnya, terapi hormon merupakan salah satu cara untuk mengobati endometriosis.

Di sini, yang dilakukan adalah memberikan obat GnRH analog (agonis/antagonis).

Namun, pemberian obat GnRH analog ini dapat menimbulkan efek samping yaitu muncul keringat dingin, sakit kepala, gangguan tidur, nyeri tulang, jantung berdebar-debar, serta vagina kering.


Cara lain yang cukup dikenal adalah program bayi tabung.

Dalam program ini, sperma suami dan sel telur istri dipertemukan dalam tabung. Setelah benihnya hampir matang, barulah ditanamkan ke rahim istri. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan komentar Anda