.

01 Juni 2008

Lakukan Tes Kematangan Sebelum Anak Masuk SD

foto: freepik.com
LAKUKAN TES KEMATANGAN SEBELUM ANAK MASUK SD


PENDIDIKAN merupakan satu kebutuhan yang tak bisa diabaikan bagi setiap orang termasuk anak-anak.

Hanya saja, saat ini tidak sedikit orang beranggapan bahwa pendidikan hanya bisa diperoleh dengan jalur formal yakni melalui lembaga pendidikan seperti sekolah.

Yang terjadi akhirnya para orangtua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah sedini mungkin tanpa mempertimbangkan kesiapan anak.





Sebut saja anak berusia lima tahun koma sekian sudah menggunakan seragam merah putih.

Memasukkan anak ke sekolah sejak dini bukan sesuatu yang salah sepanjang anak memang sudah benar-benar siap secara fisik maupun mental.


Sebab, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Hal itulah kenapa standar usia yang pas memasukkan anak ke sekolah sifatnya subyektif atau tak ada patokan pas.

"Untuk mengetahui kesiapan anak apakah sudah bisa memulai pendidikan di sekolah dasar, orangtua bisa melakukan tes kematangan pada anak. Tes ini bisa dilakukan saat anak berusia sekitar 5,5 tahun yakni dengan bantuan psikolog," jelas Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.


Perlunya tes tersebut karena kematangan anak tidak bisa dipaksakan.

Misalnya meskipun secara fisik anak terlihat telah matang, secara psikologinya belum tentu sudah matang juga.

Dan melalui tes kematangan akan diketahui apakah anak memang benar-benar sudah siap untuk duduk di bangku sekolah dasar.

Sebagai panduan, orangtua bisa juga melihat kesiapan anak dari kemampuan yang dimilikinya. Misalnya sudah bisa duduk diam dalam jangka waktu minimal 15 menit dan kemampuan motorik halusnya juga sudah bekerja dengan baik.

"Saat orangtua memutuskan untuk memasukkan anak ke sekolah, sebaiknya mempertimbangkan kesiapan anak dibandingkan memikirkan gengsi atau sekadar coba-coba," jelasnya. (*)





Pastikan Kurikulum Sesuai Kebutuhan

SELAIN mempertimbangkan kesiapan terutama dalam hal kematangan, orangtua juga harus memastikan kurikulum sekolah sesuai dengan kebutuhan anak.

Khususnya saat ingin memasukkan anak ke sekolah taman kanak-kanak atau playgroup.

"Keputusan memasukkan anak ke playgroup pada usia dua hingga empat tahun merupakan usaha orangtua untuk menstimulasi anak memasuki dunia yang lebih luas. Yakni dengan berteman, bergaul, dan kenal dengan orang diluar rumah," jelas Evy Rakryani, Psikolog Kota Batam.

Mengingat tujuan utama memasukkan anak ke playgroup adalah bersosialisasi dan berteman, anak tidak boleh dijejali dengan pelajaran akademik seperti mempelajari huruf atau angka.

Sebab, fokus utama bagi anak playgroup adalah proses sosialisasi dan berteman.

Lain halnya bila anak berada di bangku TK. Meski pelajaran utama anak masih berkisar pada permainan, anak sudah bisa dikenalkan pada huruf dan angka.

Tentu saja penyampaiannya sebagaimana layaknya anak bermain. Misalnya dengan menghubungkan titik-titik menjadi garis yang membentuk huruf atau angka.

"Proses belajar anak-anak TK harus benar-benar dihadirkan dalam suasana bermain. Sehingga jangan sampai selama proses belajar anak diharuskan duduk, diam, dan menulis.

Bukan itu saja, dalam jenjang pendidikan TK juga tak boleh ada penilaian atau menetapkan siapa yang pintar atau tidak pintar. Karena anak bisa down dengan adanya penilaian tersebut," jelasnya.

Lain halnya bila penilaian tersebut diberikan melalui laporan perkembangan anak.

Misalnya bagaimana perkembangan anak dalam bersosialisasi, berteman, dan sebagainya. Laporan yang diberikan pun tidak boleh pakai angka tapi pakai huruf seperti A, B, C atau K.

Banyaknya hal-hal yang harus dihindari dan diperhatikan dalam setiap jenjang pendidikan anak tersebut membuat orangtua harus jeli dan teliti dalam memilih sekolah yang tepat untuk anaknya.

Apalagi, setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ada anak yang sudah tidak mau lagi bermain-main tapi sudah ingin belajar, ada juga yang sebaliknya.

Sehingga, peran orangtua untuk selektif dalam memilih sekolah dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak sangat penting. (*)





Jangan Hanya Andalkan Lembaga Pendidikan

MEMILIKI anak pintar dan cerdas tidak lepas dari banyaknya stimulasi yang diberikan pada anak. Khususnya saat anak memasuki masa golden age yakni lima tahun pertama kehidupan anak. Jika selama masa ini anak mendapatkan stimulasi yang maksimal, maka kecerdasan anak akan bisa terbentuk secara optimal.

"Untuk bisa memberikan stimulasi pada anak, orangtua tidak boleh hanya mengandalkan lembaga pendidikan ataupun sekolah. Sebab, saat bermain dengan anak, orangtua bisa terus memberikan stimulasi yang positif untuk merangsang kecerdasan anak," jelas Evy Rakryani, Psikolog Anak kota Batam.

Itu karena biasanya pada masa ini golden age, anak memiliki konsentrasi 100 persen dalam ingatannya saat menerima informasi. Dan yang paling penting dalam memberikan stimulasi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Pada masa prasekolah misalnya. Umumnya pada masa ini terjadi perkembangan pesat pada kemampuan motorik kasar dan halus yang sudah mulai terlihat spesifik dan akurat. Anak juga sudah bisa mengelompokkan benda berdasarkan warna atau bentuknya.

Masa prasekolah memasuki tahap masa simbolik, artinya anak memindahkan objek yang dilihatnya ke dalam ingatannya dan dapat menyebutkan atau menggambarkan kembali tanpa harus melihat benda tersebut.

Pada masa ini orangtua harus lebih berkonsentrasi pada perkembangan kemampuan motorik anak.

Dengan melatih otot-otot motorik, anak mempunyai cukup bekal untuk belajar di sekolah. Sebenarnya ketika anak melompat, berdiri di papan titian, bermain mobil-mobilan, atau berlari tak hanya sekedar bermain tapi juga melatih konsentrasinya.

Beberapa aktivitas yang juga bisa dilakukan orangtua untuk mengembangkan kemampuan anak antara lain melatih kemampuan motorik halus anak dengan memegang sendok sendiri ketika makan, bermain lego dan puzzle, melakukan permainan yang membuat anak melakukan aktivitas berguling atau menggenggam sesuatu.

Bermain dengan kuas untuk melukis serta memperkenalkan peralatan tulis pada anak seperti krayon, pensil dan kuas juga bisa dilakukan untuk melatih motorik halus anak.

Sementara stimulasi untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar dapat dilakukan dengan cara menggerakkan mainan dari atas ke bawah, misalnya bermain pesawat mainan, bisa juga dengan aktivitas melompat, berlari, berjalan, memanjat susunan tangga, berenang, dan bermain musik.

Untuk merangsang kemampuan intelektual dapat dilakukan dengan memperkenalkan bahasa sedini mungkin.

Caranya, berinteraksi dengan bayi saat menyusui, mengganti popok atau menggendongnya.

Saat balita, selain dapat menambah perbendaharaan katanya, anak akan lebih mengerti kata-kata yang Anda ucapkan.

Bernyanyi juga bisa menjadi cara agar anak lebih mudah belajar dengan kata-kata yang berirama. Sementara membacakan cerita dapat menstimulasi kemampuan bahasa anak.

Bahkan, kalau bisa ajak anak membuat cerita sendiri dengan gambar, tulisan atau bercerita. (*/berbagai sumber)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir, silahkan tinggalkan komentar Anda